Jarang Tak Berarti Hilang: Mengapa Vaksinasi Penting?

oleh Agnes Krisantibullet
Bagikan artikel ini
Ditinjau oleh dr. Muthia Trisa Nindita
Jarang Tak Berarti Hilang: Mengapa Vaksinasi Penting?
Jarang Tak Berarti Hilang: Mengapa Vaksinasi Penting?

Polio dan campak muncul lagi! Selain lumpuhkan banyak sektor, pandemi COVID-19 ternyata juga menurunkan kewaspadaan kita akan keberadaan penyakit-penyakit tersebut. Akibatnya, muncul penetapan kejadian luar biasa (KLB) di berbagai daerah. Apa yang terjadi?

Jarang tak berarti hilang


dr. Prima Yosephine, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, menyatakan ada lebih dari 3.341 laporan kasus campak di sepanjang 2022. Naik 32 kali lipat dibandingkan 2021. KLB campak pun ditetapkan setelah dua kasus terkonfirmasi secara laboratorium dan memiliki hubungan epidemiologi.


Sebelumnya. November 2022, seorang anak asal Kabupaten Pidie, Aceh dinyatakan positif polio. Saat ada satu saja anak terjangkit polio, daerah wajib menetapkan KLB polio. Di akhir November, tiga anak positif meski tidak mengalami lumpuh layu mendadak.


Campak. Polio. Rubella. Hepatitis. Difteri. TBC. Pneumonia. Mereka bagian dari rentetan penyakit akibat virus yang masih mengintai manusia. Prevalensi rendah tak membuat mereka musnah.



Mengapa kita masih perlu vaksinasi?




Pandemi COVID-19 selama hampir 3 tahun membuat kita terlena. Slogan stay at home pun seolah mendukung penundaan vaksinasi lengkap untuk anak. Terlebih, kasus, seperti campak dan polio sudah jarang terdengar. 


Mungkin mereka sudah hilang. Atau kalah dari SARS-CoV-2. Hmmm. Sayangnya, tidak semudah itu.


Kita memang punya sistem kekebalan tubuh. Namun, mereka tidak tahu mana patogen yang perlu dihancurkan sampai kita mengenalkannya. Makin cepat sistem kekebalan tubuh mengenali dan menyerang patogen, makin mudah patogen diatasi.


Vaksinasi adalah cara termudah, teraman, dan terefisien memperkenalkan patogen pada sistem kekebalan tubuh.


Vaksin mengandung virus yang dilemahkan. Dalam tubuh, sistem kekebalan akan mengenalinya sebagai target yang harus dilawan. Jika suatu saat ada patogen serupa yang lebih kuat masuk ke tubuh, sistem kekebalan langsung memusnahkannya.


Selain melindungi diri, tujuan lain vaksinasi adalah herd immunity (kekebalan kelompok). Hal ini berangkat dari fakta bahwa tidak semua orang bisa divaksin. Mungkin karena masalah kesehatan lain, seperti kanker atau HIV. Orang yang divaksin akan melindungi orang-orang di sekitarnya yang belum atau tidak bisa divaksin.



Vaksin yang harus anak-anak dapatkan




Vaksin dibuat dan diuji sedemikian rupa sehingga aman dan efektif. Menerima vaksin sesuai usia yang direkomendasikan akan melindungi anak-anak dari berbagai penyakit mematikan. Sebagai orang dewasa, sudah sepantasnya kita membantu mereka mendapatkan perlindungan tersebut.


Berikut daftar vaksin wajib yang harus diterima anak usia 0–18 bulan. 


  • Hepatitis B. Mencegah hepatitis B. Vaksin primer diberikan pada usia 0 bulan. Selanjutnya, diberikan lagi saat usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Booster dapat diberikan saat usia 18 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah demam, kemerahan pada bekas suntikan, mual, dan nyeri sendi.

  • Polio. Mencegah poliomielitis, penyebab kelumpuhan permanen. Diberikan saat usia 0—1 bulan, kemudian 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Booster dapat diberikan saat usia 18 bulan. Pada umumnya jarang terjadi efek samping pasca vaksinasi, namun bila ada dapat berupa demam dan nyeri atau kemerahan di lokasi suntik.

  • BCG. Mencegah tuberkulosis (TBC). Wajib diberikan saat usia 0—1 bulan. Jika diberikan >3 bulan perlu dilakukan pemeriksaan tuberkulin. Namun, jika pemeriksaan tuberkulin tidak tersedia, vaksin BCG dapat diberikan. Tidak ada pengulangan maupun booster. Efek samping umumnya bisul kecil pada bekas suntikan.

  • DPT. Mencegah difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Diberikan saat usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Booster dapat diberikan saat usia 18 bulan, lalu antara 5—7 tahun, dan antara 10—18 tahun (vaksin Td/Tdap). Efek samping vaksin meliputi demam tinggi, rewel, dan munculnya kemerahan, nyeri, dan bengkak pada bekas suntikan.

  • HiB. Mencegah infeksi bakteri Haemophilus influenza tipe B, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pneumonia dan meningitis. Diberikan pada anak usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan. Booster diberikan saat usia 18 bulan. Efek samping vaksin umumnya demam ringan dan muncul kemerahan, nyeri, bengkak pada bekas suntikan.

  • MR/MMR. Vaksin MR mencegah campak dan rubella. Vaksin MMR mencegah gondongan, campak, dan rubella. Wajib diberikan saat usia 9 bulan. Booster diberikan saat usia 18 bulan dan antara 5—7 tahun. Efek samping vaksin, di antaranya demam ringan, pembengkakan kelenjar di belakang telinga, dan rasa tidak nyaman pada bekas suntikan.

Berikut daftar vaksin tambahan yang juga perlu diberikan untuk optimalkan tumbuh kembang anak.


  • PCV. Mencegah infeksi pneumokokus, penyebab infeksi telinga, paru-paru (pneumonia), darah, dan otak (meningitis). Vaksin primer diberikan saat anak usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Booster dapat diberikan pada rentang usia 12—15 bulan. Efek samping vaksin, meliputi kelelahan, hilang nafsu makan, demam/menggigil, sakit kepala, dan kemerahan, bengkak, nyeri pada bekas suntikan.

  • Rotavirus. Melindungi dari virus penyebab diare, demam, muntah-muntah, dan sakit perut. Vaksin primer diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Efek samping umumnya rewel, diare, dan muntah.

  • Influenza. Mencegah infeksi virus flu. Vaksin primer diberikan saat usia 6 bulan. Booster dapat diulang tiap tahun sekali mulai usia 18 bulan sampai 18 tahun. Efek sampingnya, meliputi sakit kepala, demam, mual, nyeri otot, dan kemerahan, bengkak, atau nyeri pada bekas suntikan.

  • JE. Mencegah Japanese Encephalitis, penyakit yang menular melalui gigitan nyamuk. Vaksin primer diberikan saat usia 9 bulan. Booster antara usia 2—3 tahun. Efek sampingnya sakit kepala, nyeri otot, dan rasa tidak nyaman pada bekas suntikan.

  • Varisela. Mencegah cacar air. Diberikan dalam rentang usia 12—18 bulan, sebanyak dua kali dengan interval 6 minggu—3 bulan. Efek sampingnya ruam atau melepuh pada kulit, sakit kepala, demam, dan kelelahan.

  • Hepatitis A. Mencegah hepatitis A. Diberikan dalam rentang usia 12—24 bulan, sebanyak dua kali dengan interval 6—36 bulan. Efek sampingnya sakit kepala, demam, kelelahan, hilang nafsu makan.

  • Tifoid. Mencegah infeksi tifoid. Vaksin primer diberikan saat usia 24 bulan. Booster dapat diulang setiap tiga tahun sekali pada rentang usia 5—18 tahun. Efek sampingnya adalah demam, sakit kepala, dan rasa tidak nyaman pada bekas suntikan.

  • HPV. Mencegah infeksi papillomavirus yang menyerang kulit dan kelamin. Vaksin primer diberikan pada rentang usia 9—14 tahun sebanyak dua kali.

  • Dengue. Mengendalikan perkembangan virus penyebab demam berdarah. Vaksin primer diberikan pada rentang usia 9—16 tahun sebanyak tiga kali dengan interval 6 bulan.

Vaksinasi adalah cara terhemat wujudkan kesejahteraan global. Dengan vaksinasi anak-anak mampu berjalan, berlari, bermain, menari, belajar, dan mengejar mimpi-mimpi. Mari kita jaga. Mari kita lindungi.


Jika Anda ingin melakukan vaksinasi untuk putra-putri Anda, klik WhatsApp atau kunjungi Klinik GWS Medika, klinik kesehatan di Jakarta.

ReferensiCDC. Diakses pada 2023. Deciding to Vaccinate Your Child: Common Concerns. Generasi Maju. Diakses pada 2023. Tumbuh Kembang Anak. Indonesia Baik. Diakses pada 2023. Indonesia Tetapkan Kejadian Luar Biasa Polio. Kementrian Kesehatan RI. Diakses pada 2023. Waspada, Campak Jadi Komplikasi Sebabkan Penyakit Berat. WHO. Diakses pada 2023. How Do Vaccines Work?