Tes IVA: Deteksi Kanker Serviks Sejak Dini
Kanker serviks menempati peringkat kedua sebagai “pembunuh” perempuan setelah kanker payudara. Mendeteksi kanker sejak dini dapat meningkatkan peluang untuk sembuh.
Kesehatan reproduksi laki-laki dan perempuan sama pentingnya. Namun, kesehatan reproduksi perempuan memiliki lebih banyak masalah, seperti kanker leher rahim atau kanker serviks.
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh di leher rahim, yaitu saluran yang menghubungkan vagina dan rahim. Penyebab utamanya adalah adanya infeksi Human papillomavirus (HPV) akibat aktivitas seksual.
Lebih dari separuh perempuan dewasa yang aktif secara seksual mendapatkan infeksi HPV di beberapa titik kehidupan mereka. Namun, tidak semua infeksi berkembang menjadi kanker serviks.
Menurut WHO, sekitar 493.000 perempuan didiagnosis menderita kanker serviks setiap bulannya. Bahkan kanker serviks telah mengakibatkan 273.000 kematian.
Di Indonesia, terdeteksi 15.000 kasus baru setiap tahunnya. Bila dirata-rata, setiap harinya ada 1—2 kasus baru, dan satu di antaranya meninggal dunia. Itu artinya, setiap bulannya, Indonesia kehilangan 600—700 perempuan usia produktif, yaitu usia di atas 30 tahun. Puncak usia perempuan yang sering dideteksi kanker serviks adalah 45—54 tahun.
Kematian terjadi karena banyak perempuan yang baru menyadarinya justru pada stadium lanjut. Kanker sudah menyebar ke berbagai organ tubuh. Akibatnya, pengobatannya membutuhkan biaya mahal, tetapi angka kematiannya tinggi.
Kanker serviks dapat dicegah dengan menjaga kesehatan reproduksi, serta melakukan vaksinasi HPV dan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), pap smear, atau tes HPV. Namun, setia pada pasangan adalah kuncinya.
Apa itu tes IVA?
Berbagai skrining kanker terkadang tidak murah biayanya dan tidak mudah pelaksanaannya. Orang enggan melakukannya karena biayanya tidak sedikit. Pun sering kali tidak efektif.
Ada tiga pilihan untuk mendeteksi kanker serviks sejak dini, yaitu pap smear, tes HPV, dan tes IVA. Pap smear sering kali dianggap sebagai tes paling standar untuk mendeteksi kanker serviks.
Sayangnya, tes ini tidak mudah karena membutuhkan tenaga medis yang terampil, serta laboratorium yang baik dan efektif. Pap smear dilakukan untuk mencari perubahan seluler di saluran serviks dan memerlukan ahli patologi terlatih.
Tes HPV juga baik dilakukan. Namun, efektivitasnya kurang bisa diandalkan dan biayanya lumayan merogoh kocek. Tes HPV bertujuan mencari DNA HPV. Membutuhkan tenaga medis yang terampil. Itulah sebabnya, dokter mengembangkan tes ketiga, yaitu IVA.
IVA dianggap sebagai cara murah, mudah, dan efektif untuk mendeteksi kanker serviks sedini mungkin. WHO menyebutkan tes IVA dapat mendeteksi lesi prakanker dengan sensitivitas sekitar 66—69% dan spesivitas sekitar 64—98%.
Karena kesederhanaannya, tes IVA sering dianggap tidak valid. Padahal tes IVA memungkinkan dokter melihat langsung lesi dan perubahan lain yang terjadi di serviks.
Prosedur tes IVA pun cukup mudah. Tenaga medis cukup mengoleskan asam asetat 3%—5% di serviks diikuti pemeriksaan visual menggunakan kolposkopi (alat untuk membesarkan leher rahim, termasuk vagina dan alat kelamin luar). Hasil tes menunjukkan (+) apabila pada lesi prakanker terlihat bercak putih atau disebut acetowhite epithelium. Tindak lanjut terhadap kondisi ini adalah biopsi.
Apabila hasil tes (-), artinya serviks normal. IVA radang, berarti serviks mengalami radang (servistis) atau kelainan jinak lainnya (polip serviks). Sementara, IVA kanker mengindikasikan temuan stadium kanker serviks.
Konsultasikan dengan profesional medis untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang opsi skrining kanker serviks yang paling sesuai untuk situasi Anda.
Anda akan dideteksi kanker serviks bila memiliki gejala:
- pendarahan pada vagina pasca menopause;
- pendarahan setelah berhubungan seks;
- pendarahan di antara periode atau periode abnormal, seperti pendarahan yang lebih berat atau lebih lama;
- keputihan encer;
- nyeri panggul;
- nyeri saat berhubungan seks.
Kapan perlu tes IVA?
Pemeriksaan IVA direkomendasikan bagi perempuan yang aktif secara seksual dan berusia 21 tahun ke atas. Perempuan sebaiknya melakukan tes IVA ini minimum sekali pada usia 35—40 tahun.
Namun, ada baiknya setiap lima tahun sekali pada rentang usia 35—55 tahun. Sementara, perempuan berusia 25—60 tahun, sebaiknya melakukan pemeriksaan setiap tiga tahun.
Di Indonesia, bila hasil tes IVA (+), dokter akan menganjurkan Anda melakukan pemeriksaan setahun sekali. Namun, bila hasilnya (-), pemeriksaan dilakukan lima tahun sekali.
Jika Anda ingin melakukan pemeriksaan, berikut persyaratannya:
• pernah berhubungan seksual;
• tidak sedang datang bulan atau haid;
• tidak sedang hamil;
• tidak melakukan hubungan seksual 24 jam sebelum pemeriksaan.
Keputusan untuk melakukan skrining sangat personal dan tergantung kondisi kesehatan. Untuk seorang yang berisiko kanker serviks dianjurkan melakukan skrining sejak dini dan lebih sering daripada yang tidak berisiko.