Kanker Serviks dan Pencegahannya

oleh Agnes Krisantibullet
Bagikan artikel ini
Ditinjau oleh dr. Zamzam, dr. Koh Hau-Tek & Puspa W. Cahyono
Kanker Serviks dan Pencegahannya
Kanker Serviks dan Pencegahannya

Pada 2020 lalu, Indonesia kehilangan satu aktris senior unggulannya, Ria Irawan, akibat kanker serviks. Bermula dari serviks, kanker menyebar ke getah bening, endometrium, paru-paru, hingga kepala. Meski akhirnya tubuh Ria menyerah, tak pernah ia tampak mengeluh dan putus asa dalam perjuangannya. Apa sebenarnya kanker serviks itu? Mari pelajari!

Ketika kanker bermula dari leher rahim atau serviks, itulah yang disebut kanker serviks. Leher rahim ada di antara vagina (saluran lahir) dan ujung uterus (rahim), tempat janin tumbuh pada wanita hamil.


Meski menyebar atau bermetastasis ke bagian tubuh lain, kanker umumnya tetap disebut kanker serviks jika bermula di serviks.



Karena spesifik, semua orang yang punya serviks memiliki risiko sama besar mengidap kanker serviks. Risiko kian meningkat pada usia di atas 30 tahun. Terlebih lagi, yang aktif secara seksual, sering berganti-ganti pasangan, tidak melakukan pencegahan (seperti menggunakan kondom), dan memiliki faktor keturunan dalam keluarga.


Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi berkepanjangan dari tipe tertentu HPV, human papillomavirus. Virus yang sebenarnya umum beredar di antara pasangan seksual. Infeksi HPV dapat menyebabkan berbagai penyakit menular seksual (PMS) hingga kanker.


Infeksi HPV


HPV adalah virus yang umum menginfeksi saluran reproduksi, baik wanita maupun pria. Dua tipe HPV yang menyebabkan sekitar 50% tumbuhnya sel prakanker serviks adalah tipe 16 dan 18. Meski begitu, butuh waktu 15—20 tahun bagi kanker serviks berkembang dalam tubuh wanita dengan sistem imun normal.


Infeksi HPV dapat dimulai dari kontak antarkulit kelamin, kontak dengan selaput (membran mukosa), atau kontak antarcairan tubuh. Utamanya saat berhubungan seksual, termasuk seks oral. Orang dengan HPV menularkan kepada pasangan seks yang sehat.


Sekitar 70—90% infeksi HPV tidak bergejala dan bisa sembuh sendiri dalam kurun 1—2 tahun.


Kanker serviks


Hampir semua kasus kanker serviks dapat dikaitkan dengan infeksi HPV. Meski begitu, tidak semua infeksi HPV pasti berakhir menjadi kanker serviks.


Untuk menjadi kanker serviks, infeksi HPV perlu terlebih dulu menghasilkan lesi prakanker. Tanpa deteksi dan penanganan, lesi prakanker akan berkembang menjadi karsinoma invasif, atau sel kanker yang kian meluas dan siap menyebar.


Alasan perkembangan lesi menjadi karsinoma belum benar-benar diketahui, tapi hal-hal seperti tipe HPV, status imunitas, koinfeksi dengan jenis PMS lain (seperti herpes dan klamidia), kehamilan pertama di usia terlalu muda, penggunaan kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan merokok dicurigai dapat menjadi pemicu.


Tahap awal kanker serviks biasanya tidak menunjukkan gejala. Namun, pada tahap lanjutan, gejala yang muncul dapat meliputi:


  • Perdarahan vagina setelah hubungan seksual, di antara periode menstruasi, atau setelah menopause.
  • Keputihan yang berair, berdarah, berat, hingga berbau busuk.

Jika gejala di atas Anda alami, segera periksakan diri ke dokter!


Mencegah kanker serviks



Kanker serviks sangat bisa dicegah. Selain dengan skrining, vaksinasi HPV wajib dilakukan agar terlindungi sejak dini. Vaksin ini dapat diberikan pada anak-anak mulai usia 9 tahun. Pemerintah pun telah menyediakan vaksin HPV gratis bagi anak perempuan yang tengah duduk di kelas 5 dan 6 SD.


Vaksin HPV perlu diberikan sebelum seseorang aktif secara seksual, dengan kata lain, sebelum mulai terpapar HPV. Vaksin ini tidak mengandung produk biologis hidup atau DNA virus sehingga tidak akan menular. Dengan cara tertentu, vaksin ini dapat bekerja efektif meski tidak mengandung antibiotik atau bahan pengawet.


Vaksin HPV bivalent mengandung VLP—protein menyerupai virus—yang mampu lawan HPV risiko tinggi, tipe 16 dan 18. Vaksin tipe nonavalent mengandung VLP untuk lawan tipe 31, 33, 45, 52, dan 58. Vaksin tipe quadrivalent dan nonavalent mengandung VLP yang melindungi dari kutil kelamin, penyakit akibat infeksi HPV tipe 6 dan 11.


Anak-anak berusia 11—12 tahun wajib mendapat dua dosis vaksin HPV. Vaksin dosis 2 diberikan setelah 6—12 bulan sejak dosis 1. Jika pemberian vaksin dimulai saat atau setelah anak berusia 15 tahun, mereka perlu mendapat 3 dosis yang diberikan selama 6 bulan.


Vaksinasi HPV harus tuntas sebelum usia 26 tahun. Pemberian vaksin pada kelompok usia 27–45 tahun dan telah aktif secara seksual kurang direkomendasikan. Sebab, vaksin bagi kelompok ini menjadi kurang bermanfaat. Konsultasi lebih lanjut dengan dokter sangat kami sarankan, karena langkah pencegahan terhadap infeksi HPV baru tetap diperlukan. 


Dapatkan vaksin HPV di klinik kami.


Sama seperti imunisasi atau pengobatan lain, vaksinasi HPV dapat memberikan efek samping. Di antaranya:


  • Nyeri, kemerahan, atau bengkak pada lengan tempat injeksi.
  • Pusing atau pingsan. Pingsan pasca-vaksinasi, termasuk vaksinasi HPV, lebih mudah terjadi pada orang dewasa.
  • Nausea atau mual.
  • Sakit kepala.

Jika Anda perempuan berusia 21—65 tahun, apalagi aktif secara seksual, kami sarankan untuk melakukan pap smear tiap satu tahun sekali. Jika infeksi terdeteksi, segera periksakan diri ke dokter.


Seseorang yang mengalami infeksi HPV bersamaan dengan HIV akan mengalami perkembangan infeksi HPV yang relatif lebih cepat dan sulit dikendalikan. Berhati-hatilah!



ReferensiCDC. Diakses pada 2023. Basic Information About Cervical Cancer. CDC. Diakses pada 2023. HPV Vaccines. Mayo Clinic. Diakses pada 2023. Cervical Cancer – Symptoms and Causes. WHO. Diakses pada 2023. Cervical Cancer. WHO. Diakses pada 2023. Human Papillomavirus Vaccines: WHO …