Apakah Mi Instan Sehat? Yuk, Cari Tahu!
Indonesia menjadi negara pengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia, yaitu 13,27 miliar porsi per tahun. Posisi ini tepat di bawah Cina. Sebuah fakta mencengangkan tentang konsumsi mi instan yang disampaikan World Instant Noodles Association (WINA) pada 2022.
Jauh sebelum data tersebut, mi instan memulai kiprahnya di negeri sakura, Jepang. Ya. Mi instan pertama kali dibuat di Jepang pada 1958 oleh Momofuku Ando, pengusaha Taiwan keturunan Jepang, sekaligus pendiri Perusahaan Nissin Food Products.
Mengapa masyarakat Indonesia begitu menyukai mi instan? Tak kenal usia. Dari muda hingga tua. Pertama-tama, murah dan mudah. Di tengah dunia yang sibuk ini, menyantap makanan yang dimasak hanya tiga menit bisa jadi pilihan.
Kedua, rasanya lezat. Mi instan mengandung MSG (Monosodium glutamate). Inilah yang membuat rasanya lezat dan tak bosan mengonsumsinya. Varian rasanya beragam: ayam bawang, kari ayam, bakso, soto, dan silakan Anda tambahkan.
Ketiga, mi instan sangat mudah didapatkan dan memiliki daya simpan lama. Mi instan tersedia di warung pinggir jalan, toserba, hingga restoran.
Pada beberapa orang, mengonsumsi mi menjadi alasan untuk melepas penat setelah seharian bekerja. Apalagi di tengah suasana hujan pada sore hari, mi instan dengan telur ditambah cabe rawit … hmmmm … menggoda.
Bahan-bahan dalam mi instan
Saat membeli mi instan, kita sudah mendapatkan paket lengkapnya. Mi yang terbuat dari campuran tepung terigu, air, garam, dan minyak goreng. Dilengkapi bumbu berupa garam, pemberi rasa, dan MSG.
Mi dikemas di pabrik. Kita mengenalnya dalam dua varian, yaitu kemasan dan cup; rebus dan goreng. Namun sebelum sampai ke tangan konsumen, mi mengalami pengukusan, pengeringan, dan pengemasan.
Sayangnya, makanan yang memiliki miliaran penggemar ini memiliki banyak pro-kontra. Banyak yang menyimpulkan makanan ini tak sehat karena minim nutrisi. Namun, penyukanya seolah tak peduli karena kepraktisan dan kelezatannya.
Bagaimana menyikapinya? Tak salah kok mengonsumsi mi instan. Yang penting, masih dalam batas wajar. Dampak buruk mi instan akan muncul bila mengonsumsinya hampir setiap hari. Mengapa? Berikut penjelasannya.
1. Minim nutrisi
Meskipun lezat, mi instan bergizi rendah. Kalori, gula, dan lemak jenuh mendominasi isinya. Sementara, nutrisi yang diperlukan tubuh, seperti protein, serat, dan vitamin A, C, dan B12 sangat sedikit. Satu porsi mi instan mengandung 4 gram protein dan 1 gram serat.
Sedikitnya protein dan serat ini membuat efek kenyang. Namun, jangan menggunakannya sebagai cara untuk menahan nafsu makan. Makanan rendah serat ini memicu masalah pencernaan, seperti sembelit dan nyeri perut serta penurunan bakteri sehat pada usus.
Mi instan dibuat dari tepung yang telah digiling dan diputihkan. Proses ini membuat mi instan kehilangan nutrisi. Jadi, Anda hanya makan kalori saat mengonsumsinya. Sebelum pengeringan, mi instan digoreng dengan minyak yang mengandung asam lemak jenuh. Nah, mi instan menyerap bahan tersebut. Padahal lemak jenuh berbahaya bagi kesehatan. Sekarang, sudah lebih paham untuk tidak mengonsumsinya setiap hari, kan?
2. Tinggi sodium atau natrium
Pernahkah merasa haus setelah mengonsumsi mi instan padahal Anda sudah habiskan seluruh kuahnya? Hal ini adalah salah satu efek sodium yang terdapat pada bumbu mi instan.
Nah, jika sering mengonsumsinya, jangan heran bila pada jangka panjang Anda terkena penyakit hipertensi, jantung, stroke, ginjal, atau kanker perut.
Mi instan mengandung 397—3.678 mg sodium per 100 gram porsi, terkadang bahkan lebih. Sodium adalah mineral penting bagi tubuh. Namun, terlalu banyak mengonsumsinya tidak baik bagi kesehatan.
Sebanyak 98% asupan sodium ini diserap usus. Kelebihannya akan diserap ginjal, dan dikeluarkan melalui urin. Seiring pertambahan usia, fungsi ginjal ini menurun. Akibatnya, kelebihan konsumsi sodium akan memicu berbagai masalah kesehatan.
WHO merekomendasikan asupan sodium 5 gram per hari. Nah, mengonsumsi lebih dari satu bungkus mi instan per hari menyulitkan untuk menjaga asupan sodium dalam batas yang disarankan. Biasanya, berapa bungkus Anda mengonsumsinya? Hati-hati, ya ….
3. MSG (monosodium glutamate)
Kelezatan mi instan sepertinya tak ada tandingannya. Jika merasa demikian, Anda tak salah. MSG yang ditambahkan pada bumbu mi instan memang bertujuan memberinya bercita rasa.
Menurut anjuran Kementerian Kesehatan, batas asupan harian MSG 120 miligram per kilogram atau sebanyak satu sendok teh per hari. Sementara, kadar MSG pada satu sajian bumbu mi instan sebesar 14,5%-21%. MSG berlebihan menyebabkan gangguan organ tubuh, seperti otak, hati, dan jantung.
Beberapa jenis penyakit yang ditimbulkan: sakit kepala, mual, tekanan darah tinggi, kelemahan, otot tegang, nyeri dada, jantung berdebar-debar, dan kemerahan pada kulit. Beberapa penelitian juga mengaitkan konsumsi MSG yang tinggi dengan obesitas dan meningkatnya tekanan darah.
4. Mengandung bahan pengawet
Beberapa merek mi instan mengklaim tidak menggunakan bahan pengawet. Namun, bahan ini sering kali digunakan agar mi tidak cepat tengik dan masa simpannya lebih lama.
Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah butil hidrokuinon tersier (TBHQ). Pengawet ini digunakan pada industri makanan. Batas yang disarankan agar tidak memengaruhi kesehatan konsumen sebesar 0,02%.
Penggunaan TBHQ yang berlebihan menyebabkan beberapa gangguan kesehatan. Misalnya, telinga berdenging, muntah-muntah, psikosis, dermatitis, asma, dan memengaruhi kadar estrogen pada perempuan.
Bagaimana jika masih ingin mengonsumsinya?
Sudah jelas, bukan? Teratur mengonsumsi mi instan menunjukkan betapa buruknya kualitas asupan makan kita.
Penggemar mi instan akan mengalami penurunan asupan protein, kalsium, vitamin C, fosfor, besi, niacin, dan vitamin A yang signifikan. Di sisi lain, mereka mengalami peningkatan asupan sodium dan kalori.
Sesekali mengonsumsi semangkuk mi instan tidaklah buruk jika makanan yang biasa Anda konsumsi adalah makanan sehat dan seimbang. Lebih baik lagi, tambahkan sayuran dan protein ke dalam mangkuk mi Anda.
Sayuran, seperti bayam, sawi, atau parutan wortel akan menambahkan asupan serat. Protein, seperti telur rebus atau goreng, tahu, keju juga menambah gizi pada mi instan Anda.
Anda juga dapat mengganti MSG pada bumbu dengan kaldu sapi atau ayam, bermacam herba, dan garam. Bahan pengganti ini memiliki risiko lebih kecil untuk berbagai alergi atau gangguan kesehatan lain.