Awas! Mager Bisa Picu Kanker Kolorektal
WHO memperkirakan beban kanker kolorektal meningkat pada 2040 dengan 3,2 juta kasus baru per tahun dan 1,6 juta kematian per tahun. Keputusan Anda untuk menjalani gaya hidup sehat sangat bisa membantahnya.
Kanker kolorektal
Kolorektal meliputi bagian kolon (usus besar) dan rektum. Prosesnya, makanan yang ditelan bergerak ke usus kecil untuk diserap gizinya. Dari situ, makanan yang telah tercerna (sisa makanan) bergerak lagi menuju kolon.
Di kolon, air dan garam sisa makanan diserap sampai hanya menyisakan ampas yang disebut tinja (feses). Tinja akan bergerak ke rektum—bagian 15 cm terakhir dari sistem pencernaan—menunggu dikeluarkan melalui anus.
Nah, kanker kolorektal adalah pertumbuhan sel tak terkontrol di bagian kolon dan rektum. Awalnya bisa berupa polip, jaringan abnormal yang tumbuh di dinding kolon atau rektum. Tanpa penanganan yang tepat, seiring waktu, polip berkembang menjadi kanker. Perkembangan polip menjadi kanker kolorektal membutuhkan waktu 10-15 tahun.
Polip bisa dideteksi melalui skrining. Bila ditemukan, polip bisa segera dihilangkan melalui operasi. Skrining juga efektif mendeteksi kanker kolorektal pada stadium awal. Sayangnya, pengabaian gejala membuat kanker baru terdeteksi di stadium lanjut.
Gejala umum
Kanker kolorektal tidak menunjukkan gejala yang jelas di stadium awal. Karena itu, kami menyarankan skrining rutin. Terutama jika kondisi-kondisi berikut muncul.
- Perubahan pada usus besar. Misalnya, diare, konstipasi, atau penyempitan tinja.
- Tinja berdarah, baik merah terang maupun merah kehitaman.
- Kram, nyeri, atau kembung perut yang tak kunjung sembuh.
- Berat badan turun drastis dan tiba-tiba.
- Selalu kelelahan dan tidak bertenaga meskipun cukup istirahat.
- Anemia (defisiensi zat besi) karena pendarahan kronis yang menyebabkan kelelahan, lemah, dan pucat.
Faktor risiko
Berikut faktor-faktor risiko yang berpotensi mengembangkan kanker kolorektal.
- Usia. Risiko kanker kolorektal meningkat seiring usia. Kanker ini rentan berkembang di usia 50 tahun ke atas.
- Keluarga. Risiko meningkat jika kanker kolorektal atau penyakit turunan, seperti sindrom Lynch dan FAP, hadir dalam keluarga biologis.
- Riwayat. Penyintas kanker kolorektal ataupun pernah memiliki polip usus berisiko tinggi kembali mengembangkan penyakit.
- Gaya hidup. Banyak dan/atau sering mengonsumsi daging olahan, kekurangan serat pangan, kebiasaan sedenter (rebahan), obesitas, serta merokok dan minum alkohol meningkatkan risiko.
Penderita diabetes juga berisiko tinggi mengembangkan penyakit. Karena itu, perhatikan asupan gula harian Anda. Jika memang menggemari makanan manis, berolahragalah juga secara rutin dengan intensitas yang progresif.
Diagnosis dan perawatan
Metode diagnosis untuk kanker kolorektal mencakup tes fisik, pencitraan (termasuk USG, CT-scan, dan MRI), pemeriksaan bagian dalam usus besar (kolonoskopi atau sigmoidoskopi), biopsi (pengambilan sampel jaringan), dan pengujian molekuler.
Beberapa macam skrining yang dilakukan meliputi:
1. Pemeriksaan tinja
Meliputi tes darah samar dan deteksi sel kanker di tinja pasien. Pemeriksaan ini dapat dilakukan tiap 5—10 tahun sekali dengan tes darah samar per tahunnya.
2. Sigmoidoskopi
Dalam pemeriksaan ini, selang tipis berkamera akan dimasukkan dari anus menuju kolon pasien. Sigmoidoskopi juga dapat dilakukan tiap 5—10 tahun sekali dengan tes darah samar per tahun.
3. Kolonoskopi
Hampir sama seperti sigmoidoskopi, ukuran kolonoskop lebih panjang sehingga bisa melihat kolon secara lebih menyeluruh. Anda bisa melakukan kolonoskopi tiap 10 tahun sekali.
4. Kolonoskopi virtual (CT colonography)
Kolonoskopi ini menggunakan mesin CT-scan. Karena itu, gambar usus besar pasien secara keseluruhan akan bisa ditampakkan dan dianalisis. Kolonoskopi ini bisa dilakukan tiap 5 tahun sekali.
Perawatan diberikan berdasarkan perkembangan kanker dan rekam medis pasien. Deteksi dini akan membuahkan hasil perawatan yang lebih baik.
Perawatan kanker kolorektal meliputi operasi, radiasi, kemoterapi, terapi target, dan terapi imun. Perawatan ini biasanya melibatkan dokter dari berbagai disiplin ilmu (spesialis). Mereka akan bekerja sama untuk menentukan terapi yang tepat.
Selain bantuan medis, pasien kanker kolorektal sangat membutuhkan dukungan emosional. Dukungan yang tepat dari keluarga dan orang-orang sekitar akan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pencegahan
Kanker kolorektal yang dulunya sangat jarang, kini menduduki empat besar kanker paling mematikan di dunia. Hampir 900.000 jiwa per tahunnya tidak terselamatkan karena kanker ini.
Menurut penelitian, kasus kanker kolorektal banyak ditemukan di negara maju dan berkembang. Budaya, tradisi, serta kebiasaan makan dan ragam aktivitas harian memengaruhi kesehatan usus besar dan rektum.
Kanker kolorektal bisa dicegah. Mari introspeksi. Sudah sehatkah gaya hidup kita? Sudahkah kita bergerak aktif dan rajin olahraga? Sudahkah kita mencukupi kebutuhan serat harian?
Jika belum, yuk, mulai lakukan hal-hal ini untuk mencegah kanker kolorektal!
- Makan makanan bergizi. Perbanyak sayur dan buah.
- Hindari merokok, apa pun bentuknya.
- Terapkan hidup aktif. Hindari terlalu banyak “rebahan”.
- Batasi konsumsi alkohol, apa pun bentuknya.
- Amankan diri dari paparan faktor-faktor risiko lingkungan. Misalnya, radiasi bahan kimia berbahaya.
Sayangi usus Anda dengan memperbaiki gaya hidup Anda. Jika memiliki pertanyaan terkait kanker kolorektal, segera klik WhatsApp atau kunjungi Klinik GWS Medika, klinik kesehatan di Jakarta.