Stop Silent Treatment: Perlakuan Terburuk Dalam Hubungan
“Istri saya tak mau berbicara lagi setelah saya pindah kerja dan tak lama setelah itu, saya di-PHK. Sudah enam bulan hingga saat ini,” cerita seorang teman.
“Diam itu emas.” Ungkapan ini mengajarkan supaya seseorang mengutamakan ‘mendengarkan’ daripada bicara. Tapi banyak orang menyalahgunakannya.
Banyak orang memilih diam saat berkonflik. Bisa diam-diaman. Bisa juga, mendiamkan. Tak mau berkontak mata. Apalagi bicara. Intinya, menarik diri dari interaksi.
Dalam kondisi seperti itu, diam menjadi alat untuk memanipulasi pihak lain. Menahan apa yang ingin dikatakan agar mendapatkan kendali atas pihak lain.
Kondisi inilah yang disebut silent treatment. Suatu situasi, memilih diam ketika berkonflik. Menolak berkomunikasi secara verbal, menjadi bentuk hukuman, dan merupakan manipulasi atau kontrol emosional.
Namun, seiring waktu, silent treatment justru merugikan bagi pihak yang mendapatkannya. Silent treatment dapat menyebabkan rasa bingung dan cemas tentang apa kesalahan yang menyebabkan pihak tersebut mendapatkannya.
Selain itu, silent treatment akan menurunkan kepercayaan diri dari pihak yang terkena karena merasa tidak layak dan cukup berharga untuk mendapatkan komunikasi yang jelas.
Di sisi lain, orang yang melakukan sikap diam sebenarnya sedang mengomunikasikan berbagai perasaan, seperti kesedihan, frustrasi, kemarahan, kepahitan, dan kekecewaan, tanpa mengatakan apa pun.
Akibatnya, pihak lain menjadi bingung, tak bahagia, dan kesepian.
Situasi ini biasanya berlangsung lama. Bisa dalam hitungan hari, bulan, bahkan tahun. Namun, situasi ini akan membaik bila salah satu pihak meminta maaf meskipun tak bersalah. Nah, jika terus berlarut, kondisi ini akan memengaruhi kesehatan mental.
Celakanya, silent treatment justru terjadi pada orang-orang yang memiliki hubungan akrab. Misalnya, keluarga, pasangan, teman atau rekan kerja.
Mengapa memilih silent treatment?
Berikut beberapa alasan orang melakukan silent treatment:
- Menghindari konflik. Perasaan tidak nyaman dan aman mengungkapkan perasaan membuatnya memilih diam.
- Kurangnya keterampilan berkomunikasi. Tak tahu cara mengungkapkan perasaannya, tetapi ingin pihak lain mengetahui bahwa ia sedang kesal.
- Hukuman. Sikap diam dimaksudkan untuk menghukum dan mengendalikan orang yang berkonflik dengannya. Ia menggunakan kesunyian untuk menghukum seseorang, mengendalikan atau menguasainya. Ini adalah bentuk pelecehan emosional.
- Membuat orang lain merasa lebih buruk.
- Menghindari tanggung jawab.
Terlepas dari dampak negatif silent treatment, satu hal yang perlu kita pelajari adalah berkomunikasi dengan efektif. Bagaimana pun, mengembangkan komunikasi yang sehat dapat memperbaiki hubungan.
Bagaimana menghadapi silent treatment?
1. Tetapkan batasan yang sehat
Menetapkan batasan dalam sebuah hubungan merupakan hal penting. Dari hal tersebut, kita jadi tahu kapan mengambil langkah mundur sejenak saat terjadi konflik.
Kita juga dapat mengatakan dengan terus terang bahwa perbuatan atau perkataannya menyakiti perasaan. Jika bersalah, minta maaflah. Namun, jangan lakukan jika tak bersalah.
2. Buatlah percakapan yang terstruktur
Salah satu cara berkomunikasi yang sehat adalah membuat percakapan terstruktur. Ini berarti mengubah pola komunikasi. Jika memang tak bersalah dan merasa tersakiti, peganglah kendali pada percakapan.
Selain itu, ajaklah berbicara dan katakan hal yang telah melukai Anda. Inilah saatnya Anda menyampaikan perasaan dan meminta penjelasan.
Jangan meniru apa yang ia lakukan. Ingatlah bahwa diam tak pernah bisa menjadi solusi. Dekatilah ia dengan tenang dan lembut. Tarik napas dalam-dalam, tenangkan pikiran, dan bicaralah di tempat pribadi. Pastikan ia nyaman.
Awalnya, ia mungkin tidak akan bicara. Namun, Anda harus membuatnya angkat bicara. Jangan memaksa. Upaya Anda bercakap-cakap dengannya pada akhirnya akan memecah kesunyian.
Keterampilan komunikasi yang efektif selalu membantu. Cobalah menjadikan diri Anda komunikator yang lebih baik setiap hari. Tujuan Anda adalah membangun hubungan yang sehat.
3. Kelola emosi
Silent treatment dapat merusak kesehatan mental dan emosional. Pastikan menjaga diri Anda secara emosional saat berada dalam situasi ini. Beberapa hal yang dapat Anda lakukan, antara lain: membaca buku, menulis jurnal, berbicara dengan seorang teman tentang sesuatu di luar masalah yang Anda hadapi.
4. Sampaikan perasaan
Barangkali situasi yang Anda hadapi berkaitan dengan situasi orang lain. Jangan mengambilnya sebagai masalah Anda. Berpikirlah, jangan-jangan ada orang lain di luar Anda yang sedang bermasalah dengannya.
Beri tahu orang tersebut bagaimana silent treatment itu menyakitkan dan membuat Anda merasa frustrasi dan sendirian. Anda tidak membutuhkan hal tersebut dalam suatu hubungan.
Jelaskan bahwa Anda tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara ini. Lalu, spesifikkan masalah tersebut. Jika perilaku semacam ini merupakan pemecah kesepakatan hubungan bagi Anda, nyatakan dengan jelas.
5. Tetap tenang
Jangan emosional. Ketenangan mempermudah Anda berkomunikasi dengan lebih jelas. Hal ini juga menghindarkan dari situasi yang memburuk.
Jangan pernah lakukan …
Berikut hal-hal yang sebaiknya tidak Anda lakukan saat mendapatkan silent treatment:
- menanggapinya dengan kemarahan;
- mengemis atau memohon;
- meminta maaf hanya untuk mengakhirinya padahal Anda tidak melakukan kesalahan;
- terus mencoba mendiskusikan permasalahan Anda dengan orang lain;
- mengancam untuk mengakhiri hubungan.
^^
Jika menerima silent treatment dalam hubungan, jangan salahkan diri sendiri. Keheningan yang terjadi bukanlah kesalahan Anda.
Jika pihak lain tak mau berubah, pertimbangkan pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. Mungkin memperbaiki atau justru memutuskan hubungan.