Manakah Alat Kontrasepsi yang Paling Efektif?
Anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan bagi keluarga. Namun, jika belum siap memilikinya, lebih baik menundanya. Gunakan alat kontrasepsi untuk mencegahnya.
Kehamilan terjadi ketika sel telur bertemu sperma. Namun, hal tersebut dapat dicegah menggunakan alat kontrasepsi.
Alat ini berfungsi mencegah bertemunya sel telur dan sperma, menghentikan produksi sel telur, serta mencegah bersatunya sel telur dan sperma yang telah dibuahi menempel ke dinding rahim.
Selain mencegah kehamilan, alat kontrasepsi juga dapat digunakan untuk mencegah penyakit menular seksual (PMS).
Macam-macam alat kontrasepsi
Saat ini, tersedia berbagai pilihan alat kontrasepsi. Dimasukkan ke dalam rahim. Disuntikkan. Diminum rutin. Bahkan ada yang disebut dengan metode alami.
Masing-masing alat kontrasepsi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Nah, sebelum memilihnya, sebaiknya perhatikan keamanan, efektivitas, ketersediaan, keterjangkauan harga, dan efek sampingnya bagi tubuh. Namun, ingat ya, tak ada alat kontrasepsi yang 100% dapat mencegah kehamilan.
Penggunaan alat kontrasepsi ini juga sebaiknya atas kesepakatan suami-istri. Tak hanya dibebankan perempuan, laki-laki sebaiknya ikut andil mencegah terjadinya kehamilan.
Berikut beberapa alat kontrasepsi yang dapat Anda pertimbangkan untuk digunakan.
1. Suntik
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah suntik. Angkanya mencapai 66,49% pada 2022.
Suntik menjadi pilihan karena praktis dan mudah, serta harganya relatif lebih murah dibanding alat kontrasepsi lain. Pengguna cukup mendapat suntikan di bokong atau lengan setiap tiga bulan atau setiap satu bulan sesuai obat KB yang digunakan.
Kontrasepsi suntik mengandung hormon progestin saja atau estrogen dan progestin. Fungsinya mencegah ovulasi serta membuat lendir serviks lebih kental. Pengguna biasanya merasakan efek samping, seperti wajah berjerawat, berat badan meningkat, kepala pusing, hingga pendarahan.
Alat pencegah kehamilan ini bersifat sementara. Kehamilan bisa terjadi jika melewatkan waktu suntik. KB ini memiliki tingkat kegagalan sebesar 4%.
2. Pil
Pil menduduki peringkat kedua setelah suntik. Ada dua jenis pil, yaitu pil kombinasi dan pil mini. Pil kombinasi mengandung hormon estrogen dan progestin. Sementara, pil mini hanya mengandung progestin.
Kedua jenis pil ini diminum pada waktu yang sama setiap hari. Jika Anda berusia lebih dari 35 tahun dan merokok, memiliki riwayat penggumpalan darah atau kanker payudara, tidak disarankan menggunakan kontrasepsi ini.
Pil KB mengentalkan lendir di serviks sehingga mencegah sperma bertemu sel telur. Pil KB juga mencegah ovulasi meski hanya pada waktu tertentu.
Penggunaan pil memiliki efek samping, seperti meningkatkan berat badan, tekanan darah tinggi, hingga menstruasi di luar siklus. Tingkat kegagalannya mencapai 7%.
3. Susuk KB atau implan
Implan memiliki 8,85% pengguna. Bentuk dan ukurannya menyerupai batang korek api. Kontrasepsi ini dimasukkan ke bawah kulit lengan atas perempuan. Batang implan mengandung progestin yang dilepaskan ke dalam tubuh selama 3 tahun. Tingkat kegagalan hanya 0,1%.
Artinya, efektivitas penggunaan alat ini cukup tinggi. Namun, pengguna dapat mengalami efek samping, seperti menstruasi tidak teratur dan memar saat awal pemasangan.
Berbagai efek samping dan adanya mitos susuk KB berisiko meningkatkan berat badan membuat kontrasepsi jenis ini kurang diminati.
4. IUD
IUD (intrauterine device) biasa dikenal dengan KB spiral. Alat berbentuk T kecil ini dimasukkan ke dalam rahim. Ada dua jenis IUD, yaitu IUD hormon progestin atau hormonal dan IUD atau nonhormonal (spiral berlapis tembaga).
IUD hormon melepaskan sejumlah kecil hormon progestin setiap hari untuk mencegah kehamilan. Alat ini digunakan 3—8 tahun. Memiliki tingkat kegagalan 0,1%—0,4%. Sementara, IUD nonhormonal dapat digunakan hingga 10 tahun. Tingkat kegagalannya 0,8%.
Pengguna spiral tetap mendapatkan menstruasi setiap bulannya. Pada awal pemasangan, pengguna mengalami menstruasi yang sangat banyak dan lama. Bahkan beberapa merasakan kram menstruasi. Hal ini normal. Berjalannya waktu, menstruasi kembali normal.
5. Patch atau koyo
Patch merupakan alat kontrasepsi yang juga berisi estrogen dan progestin.
Digunakan dengan cara ditempelkan di perut bagian bawah, pantat, atau tubuh bagian atas (bukan di payudara). Tujuannya adalah mencegah ovulasi dan mengentalkan lendir di serviks.
Patch ditempel seminggu sekali selama tiga minggu. Tingkat efektivitasnya mirip dengan metode kontrasepsi pil KB bila digunakan secara teratur. Sebagian besar pengguna tidak merasakan efek samping.
Namun, beberapa pengguna merasakan, seperti mual atau sakit kepala, bercak pada siklus menstruasi, atau nyeri payudara. Kondisi ini hilang setelah 2—3 bulan pemakaian. Kontrasepsi ini memiliki tingkat kegagalan 7%.
6. Spons dan spermisida
Spons kontrasepsi menggabungkan unsur penghalang dan pembunuh sperma agar mencegah pembuahan. Cara penggunaannya adalah dengan menempatkannya di leher rahim.
Spons bekerja hingga 24 jam, dan harus dibiarkan di dalam vagina minimum 6 jam setelah berhubungan seksual. Setelah itu, spons dikeluarkan dan dibuang. Tingkat kegagalannya 27%.
Sedikit berbeda dengan spons, spermisida tidak memanfaatkan unsur penghalang, dan hanya bekerja dengan cara membunuh sperma.
Spermisida tersedia dalam beberapa bentuk, seperti busa, gel, krim, atau tablet. Alat ini ditempatkan di dalam vagina maksimum satu jam sebelum berhubungan seksual, dan dibiarkan 6—8 jam setelah itu. Tingkat kegagalannya mencapai 21%.
7. Metode berbasis kesuburan (kalender)
Metode kalender disebut-sebut sebagai cara alami untuk mencegah atau merencanakan kehamilan. Bila tertarik menggunakan metode ini, Anda harus memahami pola kesuburan.
Pola kesuburan adalah jumlah hari dalam bulan ketika Anda dalam masa subur (bisa hamil) dan tidak subur (tidak terjadi kehamilan). Jika siklus menstruasi teratur, Anda memiliki sekitar sembilan hari masa subur atau lebih setiap bulan. Tingkat kegagalan metode ini bervariasi antara 2-23%.
8. Metode Amenore Laktasi (MAL)
Bagi wanita yang baru saja melahirkan dan sedang menyusui, metode amenore laktasi (MAL) dapat digunakan sebagai KB jika tiga kondisi ini terpenuhi: 1) amenore (tidak mengalami menstruasi setelah melahirkan); 2) penuh atau hampir sepenuhnya menyusui; dan 3) kurang dari 6 bulan setelah melahirkan. Metode ini bersifat sementara.
9. Metode kontrol kelahiran permanen (tubektomi)
Sterilisasi atau tubektomi pada perempuan merupakan pengikatan atau penutupan tuba falopi sehingga sperma dan sel telur tidak bertemu untuk pembuahan. Cara ini sangat efektif. Dengan tingkat kegagalan hanya 0,5%.
10. Sterilisasi pria (vasektomi) dan kondom
Laki-laki pun dapat menggunakan kontrasepsi untuk mencegah pembuahan. Metode steril (vasektomi) dan kondom bisa menjadi pilihan.
Vasektomi mencegah sperma masuk ke penis sehingga ejakulasi tidak pernah mengandung sperma yang dapat membuahi sel telur. Untuk jumlah sperma turun menjadi nol umumnya memakan waktu sekitar 12 minggu. Tingkat kegagalan sebesar 0,15%.
Sementara, kondom berfungsi mencegah sperma masuk ke tubuh perempuan. Kondom lateks, jenis yang paling umum, membantu mencegah kehamilan, serta HIV dan PMS (Penyakit Menular Seksual). Tingkat kegagalan umumnya 13%. Kondom digunakan sekali pakai.
Mengatur kelahiran anak sama halnya dengan mempersiapkan mereka agar layak mendapatkan kasih sayang. Mengatur kelahiran anak juga meningkatkan kesehatan mental dan kebahagiaan seorang ibu, serta mencegah risiko kesehatan terkait kehamilan.
Nah, pilihan ada di tangan Anda. Menggunakan alat kontrasepsi bukan hanya tanggung jawab istri atau perempuan.
Suami atau laki-laki juga diharapkan turut andil dengan mengambil tanggung jawab ini. Pilihlah metode dan alat yang paling sesuai dengan Anda.
Jika ingin mengetahui metode ber-KB dan pilihan alat kontrasepsi yang tepat, klik Whatsapp untuk mendapatkan layanan konsultasi atau kunjungi Klinik GWS Medika terdekat.