Stunting: Ancaman Besar Bagi Masa Depan

oleh Agnes Krisantibullet
Bagikan artikel ini
Ditinjau oleh dr. Koh Hau-Tek & Puspa W. Cahyono
Stunting: Ancaman Besar Bagi Masa Depan
Stunting: Ancaman Besar Bagi Masa Depan

“Stunting bukan hanya masalah tinggi badan. Yang paling membahayakan adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit-penyakit kronis,” ucap Presiden Joko Widodo. Beliau mengajak seluruh masyarakat bergerak bersama menurunkan angka stunting di Indonesia.

Gizi buruk dan stunting



Gizi buruk menjadi penyebab hampir setengah kematian anak-anak. Terutama yang masih di bawah 5 tahun. Gizi buruk yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak akan menyebabkan masalah tumbuh kembang yang disebut stunting. 


Menurut UNICEF, stunting terjadi jika anak tidak mencapai panjang tubuh atau tinggi badan ideal sesuai standar WHO. Rentang usia pengukuran tinggi badan adalah antara 0—59 bulan.


Stunting adalah proses panjang. Bisa terjadi sejak bayi masih dalam kandungan dan baru terlihat saat anak menginjak 2 tahun. Dalam pengukuran, jika tinggi badan di bawah minus, berarti anak mengalami stunting sedang atau berat. Jika mencapai minus tiga, berarti anak mengalami stunting kronis.


Standar pertumbuhan WHO untuk anak laki-laki dan perempuan berbeda. Pun kelompok usianya. Misal, panjang ideal anak laki-laki usia 0–6 bulan adalah 50–65,5 cm. Disebut stunting sedang/berat jika panjangnya hanya 46–63 cm (di bawah minus), dan stunting kronis jika hanya 44–61 cm (minus tiga).


Gejala dan penyebab stunting


Seorang anak mengalami stunting apabila:


  1. Tinggi badannya kurang dari anak-anak lain seusianya.
  2. Proporsi tubuhnya cenderung normal, tapi tampak lebih muda dari usianya.
  3. Berat badan terlalu rendah untuk anak usianya.
  4. Mudah mengalami penyakit infeksi.
  5. Pertumbuhan tulang tidak optimal. Misalnya, tulang kecil dan pertumbuhan gigi tidak optimal.

Stunting sebaiknya ditentukan melalui pengukuran. Hindari mengira-ngira. Apalagi hanya dengan perbandingan satu banding satu.


Stunting merupakan hasil kumulatif dari kombinasi beberapa atau semua faktor berikut.


  • Kekurangan gizi dalam waktu lama. Kurang gizi bukan soal bisa atau tidak bisa makan. Melainkan apakah makanan yang dimakan memberi gizi yang menunjang tumbuh kembang optimal.

  • Terhambatnya pertumbuhan intrauterine. Kondisi yang menggambarkan janin dalam rahim terhambat pertumbuhannya. Ini ditandai dengan ukuran janin yang tak sesuai standar usia kehamilan.

  • Kekurangan protein. Selain sebagai sumber energi, protein sangat penting bagi pertumbuhan. Protein juga membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kurang protein membuat tubuh rentan terserang penyakit.

  • Perubahan hormon karena stres. Perubahan hormon pada ibu hamil atau bayi berimbas pada perkembangannya. Pemicu yang kadang tidak disadari, bahkan dibiarkan atau diabaikan, adalah stres. Lingkungan bebas stres di sekitar ibu hamil dan bayi perlu diupayakan.

  • Kerap terinfeksi.  Infeksi terjadi karena kuman dan sering dikorelasikan dengan kondisi tidak higienis. Upayakan lingkungan yang bersih dan sehat di sekitar ibu hamil dan bayi. Aktivitas kuman dalam tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.

Stunting nyatanya tidak hanya disebabkan masalah gizi. Keadaan sosial-ekonomi masyarakat di suatu negara juga menjadi penyebabnya. Makin sejahtera kehidupan keluarga, makin baik pula gaya hidup yang mereka terapkan.

Mengapa stunting perlu dihentikan



Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018, prevalensi stunting Indonesia adalah 30,8%. Meski turun dari tahun 2013 (37,2%), Indonesia masih berada di jajaran atas bersama negara berpendapatan menengah lainnya, seperti, Nigeria (36,7%), Bangladesh (26%), dan Nepal (15,9%).


Stunting bukan hanya soal tinggi badan, tapi juga masalah kognitif. Stunting dikatakan dapat menghambat perkembangan otak sehingga tidak optimal. Akibatnya, kemampuan mental dan belajar anak jadi kurang maksimal. 


Tak hanya berdampak buruk bagi masa depan anak, stunting juga menjadi ancaman bagi masa depan negara. Bayangkan jika anak dengan stunting lebih banyak jumlahnya daripada yang tidak. Tentu, kesejahteraan umum lebih sulit tercapai.


Stunting juga kerap dikaitkan dengan masalah kesehatan lain. Bahkan meningkatkan faktor risiko penyakit degeneratif. Misalnya, diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.


Upaya pencegahan stunting harus sedini mungkin. Asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan harus benar-benar diperhatikan.


Pencegahan stunting dan target global 2025



Menurut WHO, ada 178 juta anak di bawah 5 tahun yang mengalami stunting. Menurut Kementerian Kesehatan, melalui survei status gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% pada 2022. Masih terlalu besar. Perlu ditekan lagi.


Sesuai World Health Assembly Resolution 2012, ada enam target gizi global yang harus dicapai pada 2025 nanti. Salah satunya, menurunkan angka stunting dunia hingga 40%.


Mencegah stunting perlu usaha bersama. Tak bisa dibebankan pada ibu saja. Keluarga saja. Atau, lingkungan sekitar saja. Memastikan bayi dan anak-anak tumbuh sehat bahkan perlu dorongan negara. Menyadari ini, presiden menargetkan turunnya angka stunting menjadi 14% pada 2024.


Langkah-langkah pencegahan stunting yang diusulkan meliputi:


1. Meningkatkan praktik menyusui yang optimal

Pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama kehidupan anak dapat mencegah terjadinya infeksi pencernaan. Infeksi menyebabkan penipisan nutrisi yang mengarah ke stunting. 


Mengganti ASI dengan sumber makanan lain. Misalnya, susu formula. Memaparkan bayi pada infeksi diare. Terus menyusui setelah anak berusia 2 tahun pun tidak baik. Sebab, di tahap ini anak membutuhkan nutrisi utama yang lebih mendukung perkembangannya.


2. Meningkatkan kualitas makanan anak

Keragaman jenis makanan dapat meningkatkan pertumbuhan anak. Terutama makanan dari sumber hewani. Penelitian membuktikan, keluarga yang mampu menganekaragamkan makanan mengalami peningkatan asupan gizi dan menurunkan stunting.


3. Mengupayakan dan menerapkan kebiasaan baik terkait makan
Karena dipengaruhi faktor rumah tangga, lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya, pencegahan stunting perlu melibatkan faktor-faktor tersebut.


Memastikan makanan dan alat makan bersih. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Dan kebiasaan sehat lain harus diupayakan. Kemampuan keluarga dalam memilih makanan juga dapat mencegah stunting.


Salah satu gerakan yang digalakkan Indonesia untuk cegah stunting adalah GEMARIKAN. Gemar makan ikan. Ikan menyediakan protein yang sangat baik bagi tumbuh kembang anak. Bahkan lebih baik dari daging unggas dan ternak. 


Kita ingin anak-anak tumbuh sehat, kuat, dan pintar. Maka kita perlu berupaya bersama. Semua peduli. Semua bersinergi.


ReferensiIDAI. Diakses pada 2023. Kurva Pertumbuhan WHO. Kementrian Kesehatan RI. Diakses pada 2023. Dua Titik Penting Intervensi Stunting. Kementrian Kesehatan RI. Diakses pada 2023. Mengenal Apa itu Stunting. Our World in Data. Diakses pada 2023. What Is Childhood Stunting?