Hoarding Disorder: Gejala & Cara Mengatasinya

oleh Kristihandaribullet
Bagikan artikel ini
Ditinjau oleh dr. Sarah Josephine
apa-itu-hoarding-disorder
apa-itu-hoarding-disorder

Pesinetron Caesar Hito mengaku mengalami hoarding disorder, gangguan mental yang sudah dirasakannya sejak duduk di bangku sekolah dasar (detikhot). Apa sebenarnya hoarding disorder itu?

Apa itu hoarding disorder?


Orang dengan hoarding disorder atau gangguan menimbun barang memiliki keterikatan yang berlebihan terhadap barang-barang, bahkan barang yang tampaknya tidak berguna atau tak berharga.


Mereka merasa nyaman membeli dan mengumpulkan barang, tetapi sangat tertekan ketika harus membuangnya. Kondisi ini menyebabkan lingkungan tempat tinggal mereka berantakan, tidak bersih, dan tidak aman, serta memberikan dampak negatif bagi orang-orang di sekitarnya.


Meskipun tidak seorang pun seharusnya tinggal di tempat yang sempit dan tidak bersih, penting diingat bahwa para penimbun tidak memilih untuk hidup seperti ini.


Hoarding disorder adalah masalah kesehatan yang kompleks. Membantu mereka mengatur dan membersihkan barang-barang mereka secara sepihak bukan solusi yang tepat. Sebaliknya, hal itu membuat mereka merasa kesal dan marah, dan kemungkinan besar akan kembali menimbun barang-barang baru.


Secara ilmiah, gangguan ini dianggap sebagai subtipe dari gangguan obsesif-kompulsif (OCD).


Namun, menurut psikolog David Tolin, PhD, ABPP, direktur Anxiety Disorders Center di Institute of Living di Hartford Hospital sekaligus profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Yale, kebanyakan orang dengan gangguan ini tidak menunjukkan gejala OCD klasik, seperti pikiran yang mengganggu dan berulang.


Hal ini menunjukkan bahwa hoarding disorder adalah fenomena yang unik meskipun memiliki kaitan dengan OCD.



Kenali gejalanya




Hoarding disorder tidak sekadar tentang ketidakrapian dan ketidakteraturan. Orang dengan hoarding disorder biasanya melebih-lebihkan pentingnya harta benda. Mereka merasa perlu mengumpulkan barang-barang, bahkan yang tidak berguna, dan mengalami tekanan emosional ketika membuangnya.


Kekacauan yang mereka kumpulkan dapat menimbulkan masalah. Barang-barang yang menumpuk sering kali menghalangi pintu masuk, mempersulit akses ke rumah atau kamar, serta meningkatkan risiko kebakaran atau kecelakaan.


Rumah yang berantakan juga menjadi tempat berkembangnya debu, lumut, dan serangga yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius. 


Pada tahap awal, kekacauan ini mungkin sulit dibedakan dengan ketidakteraturan biasa atau sekadar memiliki terlalu banyak barang. Jadi, pada titik manakah seseorang menjadi “orang yang suka menumpuk barang" melewati batas?


Orang yang berantakan biasanya masih merasa nyaman mengundang orang lain ke rumah mereka. Meskipun tidak rapi, kamar mereka tetap dapat diakses dan dapat digunakan sesuai fungsi aslinya.


Sebaliknya, orang yang suka menimbun barang mungkin menggunakan kamar mandi, kamar tidur, atau dapur untuk menyimpan tumpukan koran, kotak, kantong plastik, atau barang tidak berharga lainnya. Hal ini menyulitkan mereka untuk menggunakan toilet, tidur, atau memasak.


Sebagai contoh, Hito kerap menyimpan barang tidak terpakai atau sampah. Misalnya, rambut yang jatuh, bungkus makanan, dan giginya yang tanggal. Perasaan kasihan pada benda-benda tersebut mendorongnya untuk terus menyimpannya.


Orang yang mengoleksi cenderung dengan bangga memajang koleksi mereka. Mereka mendapatkan kesenangan dari koleksi tersebut tanpa merasa bersalah, malu, atau cemas.


Barang-barang yang dikoleksi biasanya memiliki nilai moneter atau sentimentil yang jelas. Meskipun penuh, rumah seorang kolektor tetap terorganisir, berbeda dengan rumah penimbun barang yang sering kali dipenuhi barang-barang.


Orang yang suka menimbun barang menunjukkan intensitas yang berbeda dibandingkan kolektor atau orang yang hanya berantakan.


Mereka memiliki kebutuhan kompulsif untuk memperoleh dan menyimpan barang-barang, bahkan yang tidak berharga, serta kesulitan besar membuangnya.



Apa penyebabnya?




Beberapa penimbun barang takut kehabisan barang, memiliki kebutuhan kompulsif untuk mengumpulkan barang gratis, atau merasa tidak mungkin untuk melewatkan tawaran atau diskon. Yang lain hanya menganggap membuang barang sebagai pemborosan.


Hoarding disorder paling sering didiagnosis pada orang dewasa dengan riwayat keluarga yang suka menimbun barang.


Beberapa menunjukkan gejala setelah mengalami peristiwa traumatis, seperti perceraian, kecelakaan, atau kematian orang terdekat. Yang lain menemukan bahwa menimbun barang disertai masalah kesehatan mental lain, seperti OCD (Obsessive Compulsive Disorder), gangguan kecemasan lainnya, depresi, PTSD (Posttraumatic Stress Disorder), atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).



Cara berbicara dengan mereka




Meskipun kondisi kehidupan mereka tidak teratur dan terkadang tidak sehat, beberapa orang dengan gangguan menimbun barang mungkin tidak menganggap perilaku mereka bermasalah. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya untuk memulai pembicaraan tentang mengubah kebiasaan mereka.


Lakukan hal-hal berikut:


1. Pelajari tentang hoarding disorder terlebih dahulu

Semakin memahami tentang gangguan tersebut, semakin mudah untuk berempati terhadap orang yang Anda kasihi dan menawarkan dukungan yang paling tepat.


2. Dengarkan dan gunakan bahasa yang sama saat berbicara tentang harta benda mereka

Orang yang menimbun barang tidak akan menyebut harta benda mereka sebagai "sampah". Dengarkan bagaimana orang yang Anda kasihi menyebut harta benda mereka—misalnya, "koleksi" atau "barang"—dan ikuti petunjuk mereka. Hal itu dapat membantu Anda membangun kepercayaan dan pengertian.


3. Fokus pada aspek keselamatan

Fokuslah pada kekhawatiran Anda terhadap keselamatan mereka. Misalnya, menekankan pengurangan bahaya dan risiko kecelakaan atau bahaya kebakaran, sering kali dapat memicu proses perubahan.


4. Tawarkan bantuan

Berikan dukungan tanpa memaksakan, seperti membantu merapikan area tertentu tanpa membuat mereka merasa dihakimi.


5. Dorong penimbun untuk mencari bantuan profesional

Tawarkan bantuan untuk mendapatkan terapis, kelompok pendukung, atau program perawatan. Bicarakan dengan mereka tentang pilihan yang tersedia—dan tawarkan untuk menemani saat janji temu.


Jangan lakukan


1. Bersikap menghakimi

Orang dengan hoarding disorder sering kali terisolasi secara sosial dan merasa bersalah serta malu dengan situasi mereka. Baik melalui kata-kata yang Anda gunakan atau bahasa tubuh Anda, cobalah untuk mendengarkan tanpa menghakimi orang tersebut secara negatif.


2. Berdebat

Mencoba mengambil alih kendali atau memaksa si penimbun untuk bertindak dengan cara tertentu hanya akan menumbuhkan kemarahan dan kebencian—dan bahkan membuat si penimbun semakin bertekad untuk menyimpan barang-barang miliknya.


3. Meminimalkan tantangan

Hoarding disorder lebih dari sekadar menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemulihan dilakukan secara bertahap, selangkah demi selangkah.


4. Mengecilkan hati

Mudah untuk merasa frustrasi saat berbicara dengan mereka dan hanya berfokus pada hal-hal yang negatif. Namun, hal itu hanya akan membuat si penimbun barang semakin defensif.


Sebaliknya, cobalah memberikan semangat dengan mengakui aspek-aspek positif. Misalnya, tangga bebas dari benda-benda sehingga mereka tidak tersandung atau masih ada ruang di meja dapur agar mereka dapat menyiapkan makanan.


5. Beri tahu barang apa yang harus dibuang atau disentuh tanpa izin

Barang-barang yang ditimbun mungkin tampak tidak berharga bagi Anda, tetapi penting untuk membiarkan si penimbun merasa memegang kendali.


Tetaplah hormat, biarkan orang yang Anda kasihi memutuskan barang apa yang harus dibuang, dan mintalah izin sebelum menyentuh apa pun.



Apakah bisa disembuhkan?


Meskipun pengobatan dapat membantu mengatasi masalah mendasar, seperti kecemasan atau depresi, terapi perilaku kognitif (CBT) adalah pengobatan utama untuk hoarding disorder.


Baik dalam kelompok maupun sendiri, CBT dapat mengatasi pikiran negatif yang berkontribusi terhadap gangguan menimbun barang dan membantu penimbun barang mengembangkan pola perilaku baru.


Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengobati kebiasaan menimbun barang meliputi:


  • Menentang pikiran dan keyakinan si penimbun barang tentang perlunya menyimpan barang dan tentang mengumpulkan barang baru.
  • Pergi keluar rumah tanpa membeli atau mengambil barang baru.
  • Membuang dan mendaur ulang barang yang tidak terpakai. Pertama, dengan mempraktikkan cara membuang barang yang tidak terpakai dengan bantuan dokter atau pelatih, lalu membuang barang yang tidak terpakai secara mandiri.
  • Menemukan dan bergabung dengan kelompok pendukung atau bekerja sama dengan pelatih untuk memilah dan mengurangi barang yang tidak terpakai.
  • Memahami bahwa kekambuhan dapat terjadi.
  • Mengembangkan rencana untuk mencegah barang yang tidak terpakai di masa mendatang.

Terkadang, obat-obatan, seperti antidepresan dapat digunakan untuk membantu mengelola gejala yang terkait dengan gangguan ini, seperti kecemasan atau depresi.


Hoarding disorder merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian profesional. Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, individu yang mengalami hoarding disorder dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan mengatasi kesulitan yang mereka hadapi.


ReferensiAmerican Psychological Association. Diakses pada 2025. Treating People with Hoarding Disorder. Association for Behavioral and Cognitive Therapies. Diakses pada 2025. Hoarding. Cleveland Clinic. Diakses pada 2025. Hoarding Disorder. HelpGuide.org. Diakses pada 2025. Helping Someone with Hoarding Disorder. Mayo Clinic. Diakses pada 2025. Hoarding Disorder: Symptoms and Causes. Mayo Clinic. Diakses pada 2025. Hoarding Disorder: Diagnosis and Treatments. Psychiatry.org. Diakses pada 2025. What Is Hoarding Disorder?