Demensia Anak: Penyakit Orang Tua Pada Anak

by Agnes Krisantibullet
Share this article
Reviewed by dr. Muthia Trisa Nindita
Demensia Anak: Penyakit Orang Tua Pada Anak
Demensia Anak: Penyakit Orang Tua Pada Anak

“Lupa? Wajarlah. Namanya juga manusia.” Itulah ungkapan yang sering kita dengar dalam obrolan, baik kasual maupun formal. Terutama, saat ada yang lupa. Lupa yang parah disebut pikun. Kerap dilabeli “penyakit orang tua”, kepikunan nyatanya juga bisa dialami anak-anak, lo! Namanya demensia anak atau childhood dementia.

Apa itu demensia



Lupa adalah hal wajar dan manusiawi. Betapapun hebatnya otak manusia, tidak dapat mengingat semua informasi yang tersaji. Ingatan sendiri pun ada yang bisa bertahan lama—bahkan sampai seumur hidup—dan ada yang tidak. Pernah tiba-tiba nge-blank saat ingin memanggil seseorang yang kurang dari setengah jam lalu berkenalan? Nah, itu lupa namanya.


Jika makin parah, lupa dapat mengindikasikan kepikunan atau demensia, yakni kondisi di mana sel saraf otak berhenti bekerja.


Misalnya, hal yang biasanya mudah Anda lakukan menjadi sulit karena Anda tidak ingat caranya. Lambat laun makin banyak yang dilupakan daripada yang diingat. Jika sudah pada tahap ini, waspadalah!


Selain penurunan daya ingat, penurunan kemampuan berpikir dan kemampuan menggunakan logika dengan baik juga mengindikasikan kepikunan.


Demensia kerap dikaitkan dengan faktor usia. Tidak aneh sebenarnya. Karena secara alami setiap orang akan mengalami penurunan fungsi otak seiring bertambahnya usia. Fakta ini pulalah yang membuat demensia cenderung memburuk. Tapi ingat, demensia bukan bagian normal dari penuaan.


Lalu, bagaimana dengan demensia anak? Apa penyebabnya?



Demensia anak dan gejalanya




Demensia yang terjadi pada anak tidak semua diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, kebanyakan demensia anak terjadi akibat adanya kelainan metabolisme bawaan yang menyebabkan kerusakan sel saraf otak yang progresif.


Selain itu, bisa juga disebabkan adanya lebih dari 70 kelainan genetik langka. Demensia anak merupakan penyakit bawaan lahir. Jadi, tidak menular.


Sama seperti pada orang tua, demensia pada anak-anak juga memunculkan sekelompok gejala terkait penurunan fungsi otak, yaitu: 


  • Hilang ingatan.
  • Kebingungan.
  • Kesulitan dalam berkonsentrasi, memahami, belajar, dan berkomunikasi.
  • Perubahan kepribadian.
  • Gangguan tidur yang parah.
  • Masalah perilaku, seperti hiperaktif.
  • Masalah emosional, seperti kecemasan dan ketakutan.

Gejala lain yang juga dapat dialami:


  • Kejang-kejang.
  • Kehilangan penglihatan dan pendengaran.
  • Kehilangan kemampuan motorik.
  • Memiliki masalah dengan tulang, persendian, atau sistem kardiovaskular, atau sistem pencernaan.

Gejala-gejala di atas dapat muncul pada berbagai usia. Dan perlu diingat, demensia anak bukanlah penyebab kebodohan. Penyakit ini adalah ketidakmampuan seorang anak memaksimalkan daya berpikirnya karena masalah pada sel saraf pusatnya.


Tiap kasus demensia anak itu unik. Pada beberapa kasus, gejala muncul ketika anak-anak berada di usia yang lebih muda, bahkan bayi, kemudian meningkat pesat.


Sementara di kasus lain, gejala baru mulai muncul saat anak menginjak usia remaja. Yang mana pun itu, anak-anak mengalami satu masalah besar yang sama, yakni fakta bahwa demensia berlangsung progresif—kian parah seiring waktu.


Melihat orang tua kian redup karena demensia memang menyedihkan, tapi jauh lebih menyakitkan saat menyaksikan anak kehilangan keterampilan yang telah mereka kembangkan. Misalnya, menulis, membaca, berbicara, berjalan, dan bermain.


Lambat laun, otak mereka pun akan kehilangan kemampuan untuk menjaga agar tubuh terus berfungsi dengan baik, dan akhirnya, menjaga tubuh agar tetap hidup.



Diagnosis




Menurut childhooddementia.org, diperkirakan ada 700.000 anak di dunia yang menderita demensia. Artinya, 1 dari 2.800 bayi lahir memiliki kondisi yang menyebabkan demensia anak. Jumlah ini lebih banyak dari bayi yang lahir dengan fibrosis kistik—kondisi di mana lendir dalam tubuh lebih kental dan lengket.


Demensia anak paling sering disebabkan oleh neuronal ceroidlipofuscinoses (NCL), yaitu kelainan genetik yang menyebabkan gangguan di sel saraf dan sel lainnya. Untuk mengetahui apakah anak berisiko memiliki NCL, dokter mungkin merekomendasikan beberapa tes berikut:


  • Magnetic resonance imaging (MRI) pada otak
  • Computed tomography (CT) scan pada otak
  • Electroencephalogram (EEG)
  • Uji genetika
  • Biopsi kulit
  • Autofluorescence pada mata


Perawatan




Hingga kini belum ada perawatan atau pengobatan untuk menghentikan atau memperlambat demensia yang disebabkan penyakit neurodegeneratif. NCL. Perawatan yang bisa diberikan biasanya hanya menargetkan gejala-gejalanya saja.


Misalnya, membuat otot relaks untuk meringankan gejala kaku otot. Perawatan tidur untuk mengatasi insomnia atau gangguan tidur lainnya. Pemberian obat antikejang untuk mencegah epilepsi. Pemberian antidepresan untuk mengatasi perubahan perilaku dan kepribadian.


Anak-anak yang menderita demensia kemungkinan perlu mendapat perawatan seumur hidup mereka. Terapi yang bisa mereka terima selama masa perawatan, meliputi terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, terapi kesehatan mental, dan pemeliharaan gizi.


Demensia anak tampak mustahil dicegah. Meski begitu, memperkaya pengetahuan tak akan sia-sia, apalagi merugikan.


Jika Anda memiliki pertanyaan terkait demensia anak, klik WhatsApp atau kunjungi Klinik GWS Medika, klinik kesehatan di Jakarta.


ReferenceChildhood Dementia. Diakses pada 2023. What Is Childhood Dementia? Alzheimer’s Association. Diakses pada 2023. Dementia vs Alzheimer’s Disease: What Is The Difference? Verywell Health. Diakses pada 2023. Childhood Dementia: Cause, Symptoms, Treatment.