Apakah Kusta Bisa Sembuh?

by Kristihandaribullet
Share this article
Reviewed by dr. Muthia Trisa Nindita
Apakah Kusta Bisa Sembuh?
Apakah Kusta Bisa Sembuh?

Sejak berabad lalu, kusta dianggap penyakit “kutukan”. Penyakit ini menimbulkan kecacatan permanen dan menular sehingga penderitanya dikucilkan, bahkan dibuang. Benarkah penyakit kusta begitu mengerikan?

Spinalonga, sebuah pulau kecil di Yunani, konon digunakan pemerintah Yunani sebagai tempat pembuangan penderita kusta. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1913–1957.




Ketika itu, penderita kusta atau lepra mendapat stigma negatif bahkan diperlakukan buruk oleh keluarganya sendiri. Kecacatan fisik akibat penyakit ini menimbulkan prasangka, ketakutan, dan segregasi pada semua lapisan masyarakat sehingga penderitanya diisolasi dan terpaksa hidup dalam kemiskinan dan kesepian.


Hingga saat ini, Indonesia belum bebas kusta. Stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta dan keluarganya menyebabkan kusta sulit dieliminasi dari masyarakat. Menurut Kementrian Kesehatan, pada 2022 Indonesia menempati urutan ketiga penderita kusta di dunia setelah India dan Brazil. 



Gejalanya


Kusta menyerang saraf, kulit, mata, dan lapisan hidung bagian dalam (mukosa). Gejala awalnya ditandai dengan munculnya bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerahan pada kulit dan lesi di kulit yang berbentuk benjolan.


Gejala ini tidak hilang selama beberapa minggu dan biasanya disertai gejala kebas dan kelemahan otot pada area yang terinfeksi.


Gejala kusta tidak serta merta terlihat. Perkembangan penyakit ini sangat lambat. Pada beberapa kasus, gejala kusta bahkan baru terlihat setelah bakteri berkembang biak di dalam tubuh selama 20–30 tahun. 


Gejala kusta, antara lain:


  • Luka atau lesi kulit tak kunjung sembuh setelah beberapa bulan (lesi berbentuk datar atau sedikit meninggi dan berwarna terang atau sedikit merah).
  • Tidak merasa sakit bila memiliki luka.
  • Benjolan pada kulit.
  • Kulit mati rasa sehingga tidak merasakan sesuatu, seperti perbedaan suhu, tekanan, sentuhan.
  • Kelemahan otot.
  • Kulit tidak berkeringat.
  • Mata kering dan jarang berkedip.


Penularannya




Kusta atau lepra, atau sekarang disebut dengan penyakit Hansen, merupakan penyakit kronis yang disebabkan Mycobacterium leprae. Penyakit ini menimbulkan luka kulit parah yang dapat menyebabkan kerusakan saraf di tangan, kaki, area kulit di seluruh tubuh.


Bakteri penyebab kusta ditemukan oleh Dr. Gerhard Armauer Hansen, dokter asal Norwegia, pada 1874. Kala itu, ia sedang meneliti bakteri tak dikenal pada bintil kulit penderita kusta. Karena itu, kusta sering juga disebut “penyakit Hansen”.


Kusta menular melalui droplet dari hidung atau mulut penderita kusta yang terhirup saat terjadi kontak dekat.


Kontak erat dalam jangka waktu lama dengan penderita kusta yang tidak diobati juga meningkatkan risiko penularan. Karena itu, orang yang tinggal dalam satu rumah memiliki risiko paling tinggi tertular penyakit ini.


Namun, kusta tidak menular melalui jabat tangan, berpelukan, atau makan bersama. Juga tidak menular melalui hubungan seksual. Ibu hamil yang menderita kusta pun tak akan menularkan penyakit ini kepada janinnya.


Penderita kusta yang sudah menjalani pengobatan dengan MDT (Multidrug Therapy), penularan biasanya sangat berkurang, bahkan hampir tidak ada setelah beberapa minggu pengobatan.



Jenis-Jenis Kusta


Jenis kusta dibagi menjadi beberapa jenis tergantung dari sumber klasifikasinya. Berdasarkan gejala dan respons tubuh terhadap infeksi, kusta dibagi menjadi:


  1. Kusta tuberkuloid merupakan jenis kusta paling ringan. Penderitanya hanya memiliki satu atau beberapa bercak kulit datar berwarna pucat.
    Area kulit yang terinfeksi mungkin terasa mati rasa karena kerusakan saraf di bawahnya. Kusta tuberkuloid kurang menular dibandingkan tipe lainnya.
     
  2. Kusta lepromatosa merupakan jenis kusta yang lebih parah dibandingkan tuberkuloid. Ditandai adanya benjolan dan ruam kulit yang meluas di area wajah, telinga, pergelangan tangan, siku, lutut dan bokong.
    Penderitanya dapat mengalami mati rasa dan otot terasa lemah. Hidung, ginjal, dan organ reproduksi pria juga mungkin terpengaruh. Penyakit ini lebih menular dibandingkan kusta tuberkuloid.

  3. Kusta garis batas. Jenis kusta ini melibatkan gejala kusta tuberkuloid dan lepromatosa. Kusta garis batas disebut juga kusta dimorfus.

Sementara itu, berdasarkan WHO, kusta dapat dibagi menjadi:

  1. Pausibasilar (PB)
    Ditandai adanya 1--5 bercak kulit di tubuh, cenderung bersifat kering dan tidak menular sebanyak pada tipe MB, serta sensasi mati rasa terasa dengan jelas.
    Jumlah bakteri Mycobacterium leprae dalam tubuh penderita sangat sedikit. Biasanya hanya sedikit atau bahkan tidak ada bakteri yang ditemukan dalam sampel.

  2. Multibasilar (MB)
    Ditandai adanya lebih dari 5 bercak kulit di tubuh, dengan distribusi yang lebih luas dan sensasi mati rasa kurang jelas.
    Jumlah bakteri dalam tubuh penderita sangat banyak.
    Banyak bakteri Mycobacterium leprae ditemukan dalam tes laboratorium, seperti pada pemeriksaan kulit atau saraf.


Pengobatan


Pada masa lalu, penderita kusta dikucilkan. Kini, kusta dapat diobati.

Karena itu, untuk memutus penularan penyakit ini, perlu dilakukan diagnosis dini dan pengobatan lengkap.


Penderita kusta wajib mematuhi terapi pengobatan rutin setiap hari dengan program multidrug (MDT) selama 6–18 bulan.


Pedoman diagnosis, pengobatan dan pencegahan kusta tahun 2018 yang diterbitkan oleh WHO, merekomendasikan tiga obat yang sama, yaitu rifampisin, dapson, dan klofazimin untuk semua pasien kusta. Jenis, dosis, dan lama pengobatan tergantung pada jenis kusta.


Pengobatan kusta yang tidak tuntas dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Bila menyerang saraf tepi, kusta dapat menyebabkan kelemahan saraf dan mati rasa hingga penderitanya tidak merasakan sakit atau nyeri. 


Penyakit kusta juga dapat menyerang area saraf wajah. Terutama pada hidung dan mata. Kerusakan saraf pada area hidung dapat menyebabkan lapisan mukosa mengering dan mati rasa.


Hidung menjadi tersumbat dan mimisan kronis. Infeksi sekunder pada hidung dapat mengakibatkan pengikisan tulang rawan hidung. Inilah yang menjadikan bentuk hidung penderita kusta menjadi tidak normal.


Sementara, bila menyerang saraf mata, kusta dapat menyebabkan penderitanya mengalami glaukoma hingga kebutaan.


Pada pria, kusta juga bisa mengakibatkan disfungsi ereksi dan infertilitas. Pada kasus yang lebih parah, kusta menyerang ginjal hingga mengakibatkan penderitanya mengalami gagal ginjal.


Jika tidak diobati, kusta dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, lengan, tungkai, kaki, dan mata.


^^


Penyakit kusta sudah ada sejak berabad lalu. Jika mengalami berbagai gejala di atas, seperti luka kulit, mati rasa, atau kelemahan otot, jangan abaikan. Ingatlah, dengan pengobatan rutin dan konsisten, kusta dapat sembuh. 

ReferenceCleveland Clinic. Diakses pada 2024. Leprosy (Hansen Diseases): Causes, Symptoms, & Treatment. Family Doctor. Diakses pada 2024. What Is Leprosy? National Library of Medicine. Diakses pada 2024. Mycobacterium Leprae: A historical study on the origins of leprosy and its social stigma. WebMd. Diakses pada 2024. Leprosy: Causes, Symptoms, and Treatment WHO. Diakses pada 2024. Leprosy (Hansen Diseases).