Health Talk GWS Medika: Stunting & Tantangannya

oleh Kristihandaribullet
Bagikan artikel ini
Ditinjau oleh dr. Koh Hau-Tek
Health Talk GWS Medika: Stunting & Tantangannya
Health Talk GWS Medika: Stunting & Tantangannya

Stunting tidak hanya dipicu oleh faktor gizi buruk, tetapi juga terkait erat dengan kemiskinan, kesehatan dan gizi ibu yang tidak memadai, serta praktik perawatan anak yang kurang tepat.

Meskipun telah terjadi penurunan angka stunting, masih terdapat tantangan yang kompleks, terutama di negara seperti Indonesia, di mana lebih dari satu dari tiga anak mengalami kondisi ini. Dalam upaya pencegahan stunting, nutrisi, kebersihan anak, dan dukungan pemerintah sangat penting. Proses ini menuntut kesabaran dan komitmen jangka panjang.


Terkait dengan hal tersebut, GWS Medika pada 13 Januari lalu, mengadakan acara health talk dengan tema “Stunting”. Acara ini dihadiri oleh para dokter dan tim medis dari seluruh klinik GWS Medika. Menghadirkan pembicara dr. Flora Ng, seorang dokter anak dari Malaysia yang memiliki pengalaman bekerja di sebuah rumah sakit internasional di Tiongkok dan bergabung dengan para dokter di berbagai belahan dunia. 



Stunting adalah kondisi yang timbul akibat kegagalan pertumbuhan yang disebabkan oleh kekurangan gizi selama masa kehamilan dan tahun-tahun awal kehidupan. Anak yang mengalami stunting menghadapi gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dipicu oleh faktor-faktor, seperti gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Tinggi badan rendah menurut usia, yang diukur dengan skor tinggi badan menurut usia (HAZ) kurang dari -2 standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO, mengindikasikan bahwa anak tersebut pendek untuk anak seusianya.


Stunting tidak hanya dipengaruhi oleh kekurangan gizi kronis atau berulang, tetapi juga berkaitan dengan faktor kemiskinan, kesehatan dan gizi ibu yang buruk, serta pemberian makanan dan perawatan yang tidak tepat pada awal kehidupan anak. Meskipun stunting bisa disebabkan oleh faktor genetik, kelainan hormonal, atau kelainan metabolisme, tidak semua anak yang mengalami kegagalan pertumbuhan dikategorikan sebagai stunting.


Dokter yang memperoleh MBBS dari International Medical University di Malaysia menekankan bahwa penyebab stunting bersifat multidimensi, melibatkan nutrisi yang tidak memadai pada masa pemeriksaan kehamilan, kekurangan gizi pada usia dini, penyakit berulang-ulang, serta praktik kebersihan dan sarana sanitasi yang buruk. 



Pencegahan stunting sangat penting karena dampaknya dapat mencakup performa kognitif yang lebih buruk, pendapatan yang lebih rendah saat dewasa, risiko penyakit kronis terkait gizi di masa depan, dan postur tubuh tidak maksimal setelah dewasa.


Meskipun telah terjadi penurunan angka stunting dari 40% pada tahun 1990 menjadi 23% pada tahun 2016, masih ada 155 juta anak di seluruh dunia yang mengalami stunting, terutama di Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Pemberantasan stunting merupakan proses jangka panjang yang melibatkan perubahan pertumbuhan anak dan tinggi badan saat dewasa, dan tantangannya melibatkan aspek kesehatan, ekonomi, dan perubahan perilaku.


Mengambil dari data Kementrian Kesehatan, dokter yang menyelesaikan gelar Magister Pediatri dari National University of Malaysia dan memperoleh sertifikasi dari MRCPCH (UK) ini mengungkapkan bahwa di Indonesia, lebih dari 1 dari 3 anak mengalami stunting, dengan lebih dari 8 juta anak mengalami pertumbuhan tidak maksimal. 


Kondisi ini terlihat sejak anak dalam kandungan dan biasanya terlihat pada usia 2 tahun. Upaya pencegahan stunting perlu dilakukan pada tiga momen, yaitu sebelum hamil, selama, dan setelah anak lahir, melibatkan nutrisi anak, kebersihan anak untuk mengurangi risiko sakit atau infeksi, serta pendukungan program pemerintah.


Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah stunting, antara lain memberikan ASI selama minimal 6 bulan, memberikan nutrisi yang baik kepada ibu dan bayi, memperhatikan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dan makanan berat dengan memperhatikan gizi seimbang, dan menghindari pemberian makanan asin pada usia dini agar tidak mengakibatkan kebiasaan makan yang kurang baik saat dewasa.


Pada kesempatan ini, dr. Flora menyampaikan bahwa penurunan stunting adalah sebuah proses yang membutuhkan kesabaran dan komitmen jangka panjang. Tidak terjadi dalam waktu singkat.


Meskipun terjadi penurunan kasus stunting di Indonesia sebesar 20% dari 2014 hingga 2023, penting untuk diingat bahwa upaya pencegahan stunting adalah proses jangka panjang, dan dukungan masyarakat serta program pemerintah yang berkelanjutan sangatlah krusial. Beliau mencontohkan, pemerintah Jepang pasca perang pada 1948, memerlukan waktu hingga 40 tahun untuk mengatasi stunting.